Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China mulai melunak usai Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping berinteraksi lewat telepon pada pekan lalu. Selanjutnya, delegasi AS dan China kembali duduk bareng untuk melakukan negosiasi di London, Inggris, pada awal pekan ini. Menurut beberapa sumber yang dilaporkan The Wall Street Journal (WSJ), Trump siap memberikan penawaran menarik ke China.

Setelah hampir dua tahun ketegangan perdagangan yang memuncak dengan tarif tinggi dan saling balas, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping tampaknya membuka peluang untuk meredakan konflik dagang yang telah mengguncang perekonomian global. Namun, apakah langkah ini cukup untuk mengakhiri perang dagang yang telah berlangsung lama?
Latar Belakang Perang Dagang AS–Tiongkok
Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok dimulai pada tahun 2018, dengan AS menuduh Tiongkok melakukan praktik perdagangan yang tidak adil, termasuk pencurian kekayaan intelektual dan subsidi industri. Kedua negara saling mengenakan tarif tinggi, yang mempengaruhi rantai pasokan global dan menyebabkan ketidakpastian ekonomi.
Pada awal 2025, ketegangan meningkat tajam. AS mengumumkan tarif 145% pada barang-barang Tiongkok, sementara Tiongkok membalas dengan tarif 125% pada barang-barang AS. Langkah ini menyebabkan penurunan signifikan dalam perdagangan bilateral dan gangguan pada pasar global.
Dampak Ekonomi dari Perang Dagang
Perang dagang ini memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi kedua negara dan dunia. Di AS, tarif tinggi menyebabkan lonjakan harga barang konsumen dan mempengaruhi daya beli masyarakat. Sektor manufaktur, terutama yang bergantung pada impor dari Tiongkok, mengalami penurunan produksi dan efisiensi.
Di Tiongkok, ekspor ke AS turun drastis, sementara sektor manufaktur menghadapi tekanan akibat biaya bahan baku yang lebih tinggi dan gangguan rantai pasokan. Kedua negara juga menghadapi tantangan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah ketegangan perdagangan yang berkepanjangan.
Upaya Meredakan Ketegangan
Pada Mei 2025, kedua negara sepakat untuk mengurangi tarif secara signifikan sebagai bagian dari upaya untuk meredakan ketegangan. AS menurunkan tarif pada barang-barang Tiongkok dari 145% menjadi 30%, sementara Tiongkok menurunkan tarif pada barang-barang AS dari 125% menjadi 10%. Kesepakatan ini memberikan harapan baru bagi pemulihan hubungan perdagangan antara kedua negara.
Selain itu, kedua pemimpin negara melakukan pembicaraan langsung untuk membahas isu-isu utama, termasuk ekspor mineral langka, yang penting bagi industri teknologi tinggi dan pertahanan. Tiongkok setuju untuk melanjutkan ekspor mineral langka ke AS, yang sebelumnya dihentikan sebagai bagian dari langkah balasan terhadap tarif AS.
Tantangan Menuju Kesepakatan Jangka Panjang
Meskipun ada tanda-tanda perbaikan, tantangan besar tetap ada dalam mencapai kesepakatan perdagangan jangka panjang. Kedua negara memiliki kepentingan nasional yang berbeda yang dapat mempengaruhi proses negosiasi.
Di AS, ada kekhawatiran tentang praktik perdagangan Tiongkok yang dianggap tidak adil, sementara di Tiongkok, ada keinginan untuk melindungi industri domestik dan mempertahankan kebijakan ekonomi yang telah terbukti efektif.
Selain itu, faktor eksternal seperti dinamika politik domestik dan tekanan dari sekutu internasional dapat mempengaruhi arah kebijakan perdagangan kedua negara.
Prospek Masa Depan Perang Dagang
Ke depan, prospek untuk mengakhiri perang dagang ini tergantung pada kemampuan kedua negara untuk mengatasi perbedaan mendasar dalam kebijakan perdagangan dan ekonomi mereka. Jika kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dan mengatasi tantangan struktural, ada kemungkinan untuk perdamaian perdagangan yang lebih stabil.
Namun, jika ketegangan kembali meningkat atau jika kesepakatan yang dicapai tidak dapat dipertahankan. Perang dagang dapat berlanjut dan bahkan memburuk, dengan dampak negatif bagi ekonomi global.
Kesimpulan
Langkah-langkah yang diambil oleh AS dan Tiongkok untuk meredakan ketegangan perdagangan adalah langkah positif menuju penyelesaian konflik. Namun, untuk benar-benar mengakhiri perang dagang. Kedua negara harus berkomitmen untuk mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan, serta mengatasi tantangan struktural yang ada. Hanya waktu yang akan menentukan apakah upaya ini akan berhasil dalam menciptakan hubungan perdagangan yang lebih stabil dan saling menguntungkan.








